Jember - Ibu Kristiana (27) istri dari Bapak Waras (30) merupakan pasangan suami istri yang tinggal di daerah Patimura tepatnya di kelurahan Jember Kidul Rt. 03 Rw. 03, Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Pasangan suami istri ini telah dikaruniai seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dan Ibu Kristiana sekarang sedang mengandung anak kedua dengan usia kandungan 5 bulan. Keluarga kecil ini menggantungkan hidupnya pada suami yang bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan sekitar 2 juta rupiah setiap bulannya. Ibu Kristiana memilih menjadi ibu rumah tangga mengurus anaknya yang masih balita, setiap hari ibu satu orang anak ini mengantar anak dan menunggu anaknya sekolah playgroup yang berlokasi tidak jauh dari daerah rumahnya. Ibu Kristiana mengakui bahwa sesungguhnya penghasilan suaminya sangatlah pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga, ditambah dengan kondisinya yang sekarang sedang hamil membuat pengeluaran setiap bulannya menjadi bertambah. Akan tetapi, keluarga ini tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah dalam bentuk apapun, seperti Jampersal, Jamkesmas, BLT, Raskin ataupun bentuk bantuan yang lain.
Ibu Kristiana telah menikah dengan Bapak Waras selama 5 tahun, usianya saat menikah 22 tahun dan suaminya berusia 25 tahun. Beliau mengatakan bahwa keputusannya menikah pada usia tersebut karena memang keinginannya, “Saya sudah dekat dengan suami saya sejak awal SMA mbak. Daripada pacaran lama-lama, jadi omongan tetangga, diminta sama suami saya yasudah kita menikah” ujar Ibu Kristina disela-sela wawancara. Pasangan suami istri ini mengungkapkan bahwa mereka telah merencanakan waktu, jumlah dan jarak anak. Oleh karena itu, Ibu Kristiana baru mengandung anak kedua setelah usia putra pertamanya 3 tahun. Ketika ditanya mengenai jumlah anak, Ibu Kristiana mengatakan “Dua anak saja cukup mbak”. Selama ini, Ibu Kristiana rutin mengikuti Posyandu yang ada di kampungnya. Beliau mengatakan bahwa informasi seputar kesehatan reproduksi diperoleh ketika mengikuti Posyandu berupa penyuluhan. Ibu Kristiana tidak pernah mengalami gangguan kesehatan reproduksi, beliau merasakan bahwa selama ini organ reproduksinya baik-baik saja.
Sebagai upaya dalam perencanaan waktu, jumlah dan jarak anak, Ibu Kristiana mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Metode kontrasepsi yang digunakan beliau pada saat ini adalah suntik KB. Sebelum menggunakan suntik KB, beliau pernah menggunakan metode kontrasepsi yang lain yaitu berupa pil KB. Ketika ditanya alasan mengapa berganti dari pil menjadi suntik, ibu ini mengatakan “Pas saya pake pil KB itu pendarahan mbak, tidak cocok. Jadi saya ganti pake suntik KB dan ternyata cocok sampai sekarang. Jadi ya saya terus pakai yang sunti saja mbak”. Jadi pendarahan itulah yang melatarbelakangi Ibu Kristiana beralih dari penggunaan metode kontrasepsi berupa pil KB menjadi suntik. Selain itu, suaminya Bapak Waras juga menggunakan alat kontrasepsi berupa kondom ketika melakukan senggama. Ibu Kristiana mendapatkan pelayanan kontrasepsi berupa suntik KB di bidan langganannya yang berlokasi tidak terlalu jauh dari tempat beliau tinggal. Ketika disinggung masalah pelayanan bidan, beliau mengatakan bahwa pelayanan yang ia terima baik, bidan bersikap ramah kepada pasien. Dan mungkin hal itulah yang menyebabkan beliau lebih memilih untuk suntik KB di bidan praktek ketimbang Puskesmas. Untuk sekali melakukan suntik KB, beliau harus mengeluarkan uang sebesar 30 ribu rupiah. Untuk mencapai lokasi bidan tersebut, ibu ini menggunakan sepeda motor diantar oleh sang suami.
Saat ini Ibu Kristiana sedang mengandung anak keduanya, usia kandungannya 5 bulan. Beliau mengatakan rutin memeriksakan kandungannya setiap satu bulan sekali. Pemeriksaan dilakukan di bidan langganan dimana biasanya beliau juga melakukan suntik KB. Pernah juga Ibu Kristiana memeriksakan kandungannya pada dokter yang praktek di Rumah Sakit Panti Siwi, Kaliwates, Jember.
Pada saat melahirkan putra pertamanya, Ibu Kristiana melahirkan di Puskesmas Kaliwates yang dibantu oleh bidan. Saat itu beliau dibawa dengan ambulan menuju Puskesmas Kaliwates. Ibu Kristiana menceritakan kronologi kelahiran putra pertamanya yang lahir dengan posisi sungsang. “Saat itu sebenernya saya sedang berada di dukun bayi ketika akan melahirkan dan mulai merasakan tanda-tanda kalau bayi ini akan lahir. Sudah 2 hari saya berada didukun bayi, tapi bayinya nggak kluar-kluar. Karena posisi bayi yang sungsang dan saya sudah gak kuat menahan sakit, dukunnya nggak berani menangani, akhirnya dibawa ke Puskesmas Kaliwates” ungkap Ibu Kristiana. Meskipun posisi bayinya sungsang, tetapi beliau tetap ingin melahirkan secara normal karena beliau cukup paham terhadap efek setelah melahirkan secara sesar. “Saya dari rumah sudah niat melahirkan normal, nggak mau operasi sesar. Biaya mahal mbak, pulihnya juga lama”, ujar Ibu Kristiana saat ditanya alasan ngoto melahirkan normal. Beliau juga menuturkan mengenai pengalaman kakak iparnya yang melahirkan secara sesar, “Saya liat pengalaman kakak suami saya itu mbak, setelah sesar mau ngapa-ngapain susah, sakit katanya. Belum juga harus nambah biaya menginap karena tidak bias langsung pulang harus perawatan dokter dulu” ujar beliau. Karena pengalaman itulah, Ibu Kristiana ngotot melahirkan normal. “Saya setelah melahirkan, 2 jam kemudian sudah bias pulang mbak. Untungnya saya ngotot lahir normal”, ungkap beliau sambil bergurau.
Meskipun kondisi Ibu Kristiana sekarang sedang hamil 5 bulan, beliau tetap beraktifitas seperti biasanya. Melaksanakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, mulai dari megurus pekerjaan rumah, merawat anaknya yang masih berusia 3 tahun dan tidak lupa menjaga kondisi kandungannya. Dengan kondisinya yang seperti itu, Ibu Kristiana tidak setuju dengan pernyataan bahwa wanita adalah makluk yang lemah, baginya wanita adalah sosok yang kuat dibuktikan dengan kemampuan wanita melahirkan seorang anak yang itu sungguh tidak mudah dan membutuhkan pengorbanan jiwa dan raga. Akan tetapi Ibu Kristiana tetap menyadari kodratnya sebagai wanita dan sebagai seorang istri. Beliau menghormati suaminya, dengan cara salah satunya membicarakan dan mendiskusikan segala hal untuk memperoleh persetujuan. Begitu pula Pak Waras, beliau juga selalu berdiskusi dengan istrinya untuk memdapatkan persetujuan dari kedua belah pihak. “Ya semuanya harus mendapat persetujuan dari suami mbak, begitu juga suami saya. Namanya orang berumah tangga kan harus saling berkomunikasi”, ujar Ibu Kristina. Dengan keadaan yang saling berdiskusi untuk meminta persetujuan, beliau tidak merasa bahwa hak individunya terkekang. Beliau menyadari bahwa komunikasi dalam rumah tangga sangatlah penting. Pak Wawan juga memperlakukan Ibu Kristiana dengan baik, beliau tidak pernah melakukan kekerasan baik secara fisik seperti main tangan ataupun kekerasan seksual. Oleh karena itu, keluarga kecil ini hidup dengan bahagia ditengah-tengah kesederhanaan.


